Media Konvensional VS Media Online

Jutnalistik smansa palopo

Perkembangan media sosial berada pada posisi penting pada dinamika politik kotemporer, misalnya pada setiap jelang pemilihan umum (pemilu). 

Media sosial menyajikan alternatif cara berkomunikasi yang berbeda. Keramaian ide, gagasan dan visi misi terasa mulai berpindah keruang – ruang maya. Diskusi, perdebatan, bahkan saling tuduh menuduh secara frontal begitu bebas terjadi di berbagai media sosial.

Dalam konteks pemilu, media sosial menempati posisi strategis sebagai salah satu media kampanye. Untuk kalangan relatif terdidik, kampanye menggunakan media sosial lebih efektif ketimbang baliho atau spanduk. 

Posisi strategis media sosial dalam politik belakangan dan menakar seberapa besar peran media sosial dimanfaatkan sebagai alat kampanye dan komunikasi politik, terutama menjelang pemilu. Peran strategis media sosial dalam konteks pemilu yang menjangkau pada tingkat popularitas dan akseptabilitas.

Dewasa ini, hampir semua orang memiliki gadget seperti telepon selular, yang sekaligus dapat digunakan untuk mengakses jaringan internet. Menurut hasil survey yang dikeluarkan oleh Internet World Statistic (IWS) pada sampai dengan Oktober 2012, jumlah pengguna Internet di Indonesia mencapai 55.000.000 orang atau sekitar 22%  dari total populasi dengan jumlah pelanggan telepon selular di Indonesia yang mencapai 269.989.000 orang. Hal ini menjadi bukti bahwa perkembangan teknologi, terutama terkait dengan media baru termasuk media sosial adalah bukti berkembangnya teknologi saat ini.

Istilah new media atau media baru telah digunakan sejak tahun 1960-an dan telah mencakup seperangkat teknologi komunikasi terapan yang semakin berkembang dan beragam. Dalam The Handbook of New Media,  media baru dikaitkan dengan menghubungkan teknologi informasi dan komuniaksi yang bercirikan saling terhubungnya akses informasi antara individu sebagai penerima maupun pengirim pesan dimana saja tanpa terbatas ruang dan waktu.
Jelang pemilu, kemampuan media baru atau lebih spesifik media sosial tak dapat ditampik juga menjadi salah satu perhatian dalam strategi politik. Beberapa kandidat atau caleg sudah memberi perhatian terhadap media sosial.

Hanya saja, kita perlu melihat sejauh apa media sosial digunakan oleh para kandidat jelang pemilu. Perpaduan antara isu politik dan budaya pop dalam berkampanye merupakan kemasan yang diperlukan dalam berkampamye dengan media baru. Media baru, salah satu fungsinya sebagai media sosial telah dimanfaatkan secara efektif dan cerdas dalam ranah pokitik. 

Media baru merambah dunia politik kontemporer indonesia kira-kira mulai pada tahun 2000-an, walaupun istilah media baru (new media) sudah dikenal sejak tahun 1660-an.  

Dalam perkembangannya mampu menampilkan peran dan fungsi yang strategis dalam setiap proses pemilu baik pemilukada, pileg maupun pilpres. Penggunaan media sosial secara baik dan benar diakui dapat meningkatkan simpati publik, popularitas dan akseptabilitas calon legislatif, calon kepala daerah maupun capres dan cawapres.

Alasan Menggunakan Sosial Media dalam kampanye politik, antara lain: Pertama; Efek Menguatkan, salah satu langkah awal dalam perencanaan komunikasi politik adalah dengan mengidentifikasi pesan utama kampanye. Pesan ini kemudian disampaikan melalui jalur offline dan digital seperti media cetak, door to door, town hall meetings dan debat di televisi. 

Upaya ini memainkan peranan penting dalam menciptakan komunikasi dan meningkatkan kesadaran di benak para pemilih. Namun apa yang terjadi pada pesan-pesan dalam perdebatan dan kampanye ini jika sekedar berlalu begitu saja. Di sinilah media sosial memainkan perannya; mendokumentasikan, mengingatkan sekaligus menguatkan pesan kepada khalayak.

Kedua; membentuk koneksi pribadi secara serentak, Cory Booker, Walikota Newmark, New Jersey (populasi 280.000 jiwa) memiliki lebih dari 1,1 juta followers di Twitter. Sosoknya dikenal ambisius dalam memanfaatkan jaringan sosial. Walikota ini telah berhasil membentuk koneksi pribadi dengan puluhan ribu orang. Meskipun tidak semua kandidat mampu memanfaatkan media sosial secara luas.

Kisah sukses Booker menggambarkan salah satu ciri Twitter dan Facebooker (istilah bagi pengguna facebook) yang paling kuat, yakni akses cepat ke beberapa sasaran sekaligus sebagai media kampanye. 

Orang ingin didengar, sementara media sosial memberikan mereka ruang untuk menyuarakan pendapat mereka langsung kepada yang mereka tuju (kandidat). Publik juga ingin berbagi hal yang berarti bagi mereka, sekaligus sebagai pola untuk saling mempengaruhi pendapat. Dan lagi-lagi dengan media sosial, semua hal itu menjadi mungkin. Ketika seorang politikus menjangkau individu secara langsung, maka koneksi dengan publik dan konstituen menjadi lebih erat dibanding sekedar jabat tangan ketika kampanye.
Ketiga, perangkat yang tersedia saat ini memudahkan penyampaian pesan, ketika media sosial masih relatif baru, waktu yang dibutuhkan untuk mendesain, mengelola, merancang dan menyebarkan konten pesan merupakan beban besar. 

Untuk kebanyakan kampanye yang kekurangan tenaga kerja, tantangan ini sangat berat. Kemajuan infrastruktur serta aplikasi web dan mobile yang ada saat ini, memudahkan pengguna mengakses informasi sekaligus menyebarkan pesan secara cepat dan massal. Pengguna tinggal memilih sistem perangkat (bahkan bisa menggunakan telepon genggam) dan format aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan, target sekaligus budget kampanye.

Keempat, membangun kemampuan untuk merespon, krisis bisa saja muncul di ujung masa kampanye. Tiba-tiba beredar isu negatif, yang menyerang dan tentu saja potensial mengurangi tingkat keterpilihan. Dalam situasi serupa ini, kehadiran sosial media kian dibutuhkan. Pada saat-saat krisis, sangat penting untuk menggunakan jalur komunikasi yang telah terjalin agar bisa bertindak, merespon secara cepat dan efisien. Maka dari itu membangun koneksi melalui sosial media bukan dimulai setelah krisis, namun sebelumnya.

Dengan memiliki hubungan yang terjalin sebelumnya secara kuat, dapat memberi dampak besar pada persepsi publik dan berpotensi meminimalkan efek negatif (atau memanfaatkan situasi positif). Di sinilah gunanya kampanye melalui media sosial, yakni jalur cepat dan langsung kepada publik secara personal, atas dasar trust (kepercayaan) untuk memberikan respon atas krisis.

Kelima, bukan hanya untuk komunikasi, ketika orang memikirkan sosial media, mereka biasanya menganggapnya sebagai alat komunikasi semata. Padahal ada banyak hal berharga dari pemanfaatan media sosial, lebih dari sekedar menyiarkan pesan dan terlibat langsung dengan orang. Penelitian melalui sosial media menghasilkan sejumlah besar data dan informasi setiap hari. Ketika tim kampanye mampu mengumpulkan banyak informasi dari khalayak, kemudian mampu menelaahnya dengan baik, maka akan menghasilkan peta dan program strategi yang dapat dipakai sebagai bahan kampanye yang berharga.

Kelemahan Kampanye Melalui Sosial Media
Ditengah trendnya yang sedang melambung dimasyarakat, ternyata kampanye melalui sosial media masih kurang untuk menjangkau masyarakat di daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Dalam pemanfaatan jejaring sosial, banyak juga para oknum yang tidak bertanggung jawab menyalahgunakan jaringan informasi yang dipublikasikan untuk masyarakat sehingga muncul “Kampanye Hitam” atau “Black Campaigns”.

“Kampanye Hitam” atau “Black Campaigns” yang belakangan ini melibatkan media sebagai perantara untuk menyampaikan pesan-pesan yang sesungguhnya diluar dari etika politik. Black Campaigns atau kampanye hitam secara terminologi dapat diartikan sebagai kampanye dengan cara jahat yang dilakukan untuk menjatuhkan lawan politik dengan isu, tulisan, atau gambar yang tidak sesuai dengan fakta dengan tujuan untuk merugikan dan menjatuhkan orang lain.


Bahwa kesuksesan dalam sebuah pemilu, tidak hanya dipengaruhi oleh efektifitas berkampanye melalui sosial media, sebab interaksi langsung dengan masyarakat lebih diperlukan untuk menjaga jarak antara pemimpin dengan masyarakatnya dan kesigapan seorang pemimpin untuk menyelesaikan langsung permasalahan yang terjadi di masyarakat. Kehadiran sosial media sebagai media kampanye, menuntun masyarakat untuk lebih cerdas dalam menyikapi isu-isu politik yang ada dengan menjunjung tinggi etika politik sebagai cermin masyarakat yang berbudi pekerti luhur dimata dunia dan mencintai perdamaian.(*****)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak