MEDIAKUNEWS -- Dalam persiapan Pemilu 2024, aturan hukum mengenai golput dan upaya mempengaruhi orang lain dalam menggunakan hak suara mereka menjadi perbincangan. Pasal 515 dalam Undang-Undang Pemilu menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi pemilih dengan iming-iming uang atau materi untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih calon tertentu, dapat dihukum penjara selama tiga tahun dan denda hingga Rp36 juta.
Golput, istilah yang digunakan untuk menggambarkan mereka yang memilih untuk tidak memberikan suara dalam pemilu, tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menegaskan bahwa tidak ada aturan hukum yang melarang seseorang menjadi golput.
ICJR mengklarifikasi bahwa sanksi yang disebutkan dalam Pasal 515 UU Pemilu hanya berlaku untuk mereka yang berusaha mempengaruhi orang lain untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada hari pemilihan dengan menawarkan uang atau materi tertentu. Dengan kata lain, tindakan sederhana seperti menggerakkan orang untuk golput tanpa memberikan janji atau iming-iming uang atau materi, tidak dapat dihukum.
Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan tren peningkatan golput dari tahun 2004 hingga 2014. Namun, pada tahun 2019, tren tersebut berhasil dipatahkan dengan penurunan persentase golput menjadi 18,03 persen.
Dengan demikian, warga negara Indonesia bebas untuk memilih apakah akan menggunakan hak suara mereka atau tidak dalam pemilihan, dan golput bukanlah pelanggaran hukum. Namun, penting untuk memahami bahwa upaya mempengaruhi orang lain untuk tidak menggunakan hak pilih mereka dengan iming-iming materi dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang serius.(Spiritkita.com)