Birokrat Sontoloyo



Beberapa pertimbangan tampil biar ada "DNA" baru metode pemerintah di Sabang, dari yang terdapat sifat purba ke arah pada keadaan kekinian.

Angkat kakinya investor perhotelan Grand Arabia dari Sabang yaitu info jelek buat struktur investasi kita. Suatu pulau yang dinskripsikan selaku surganya kelompok pecinta traveling serta pelaku usaha liburan, berganti menjadi  tudung "neraka" untuk investor.

Titik pucuk berlangsungnya diferensiasi peraturan itu karena sebab ego berbagai sektor "petugas" birokrasi di Pulau Weh itu.  Investor ingin terdapatnya penghilangan denda ketertinggalan bayar sebab sepanjang 2 tahun lebih epidemi Covid-19 okupansi Hotel Sabang Hill minus. Namun, tanggapan Pemko justru sebaliknya; ngegas harus selalu bayar sewa bersama denda. Tak ada impuls.

Terlepas ego siapakah yang paling berkuasa dibalik kecelakaan dunia investasi ini, selayaknya birokrat kekinian, seperti pada beberapa negara maju yang mengimplementasikan mekanisme reinventing government (mewirausahakan birokrasi)  yakni layani, membantu, cari ivovasi baru serta pemecahan terpilih, bukan jadi permainkan beberapa pikiran kotor dibalik tiap-tiap aturan yang memiliki bau cuan.

Bukan rahasia jika struktur birokrasi di Sabang berlumur ketidakberesan. Psikis mayoritas instrumennya merupakan money oriented. Tiada makan siang gratis. Itu dia cerita satire yang tertanam seperti ranjau mencekam di area Pemko Sabang. 

Ironinya, beberapa sisa Wali Kota Sabang lantas banyak turun tahta mewarisi permasalahan. Mulai dengan korupsi sampai penipuan miliaran rupiah yang kejadiannya sempat dibawa ke Polda Aceh, walaupun usai damai. 

Ini  buah dari ketidakpahaman agunan investasi di Pemko Sabang. Hingga Hotel Sabang di Banda Aceh, yang managementnya sempat mau digenggam Grand Arabia, didiamkan amburadul. Beberapa puluh miliar uang negara tersuruk buang waktu di sini. 

Perilaku jelek birokrasi yang condong tak efektif dan koruptif ini, dari hari ke hari munculkan persoalan sendiri. Sabang masih tetap terbenam bersama kedigjayaan zaman lampaunya. 

Berbagai penilaian ada supaya ada "DNA" baru mekanisme pemerintah di Sabang, dari yang mempunyai sifat purba ketujuan di situasi kekinian serta lebih bagus sesuai sama tuntutan perubahan abad. 

Dari Old Public Manajemen berubah jadi New Public Manajemen dengan Prinsip Kepengusahaan. Arahnnya supaya pejabatnya tak selalu "netek" ke budget wilayah saja. Ini satu diantara prinsip pikiran terbeken dari Osborn serta Gaebler perihal Reinventing Government.

Sehingga, pikiran "Mewirausahakan Birokrasi" sanggup menjawab bermacam halangan serta pertanyaan tentang beberapa prinsip semangat pengusaha yang ditransformasikan ke bidang service masyarakat.

Inilah kenapa Sabang perlu pimpinan yang tidak hanya baik serta pandai, namun berani menantang geng birokrat yang udah kelamaan melumpuhkan syaraf birokrasi di situ. Biar rakyat Sabang tidak kembali dilayani oleh birokrat sontoloyo sebagai napas tua skema birokrasi kita. (***)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak